Cara Observasi Buddhis
beberapa saat yang lalu saya telah membaca sebuah dokumen yang sangat luar biasa menurut saya yang ditulis oleh Fabian H. Chandra tentang kosmologi Budha. Dalam sebuah ppt tersebut , sang penulis mencoba menjelaskan bagaimana Kitab Suci Tipitaka mendapat gambaran-gambaran tentang terbentuknya alam semesta, dan beginilah caranya .
Awalnya adalah dimulai dengan meditasi, jadi setiap orang memiliki potensi untuk dapat melihat sendiri bagaimanakah alam semesta ini hancur, terbentuk, dan hancur kembali seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Seorang meditator yang hendak melihat bagaimanakah alam semesta ini terbentuk, hancur dan terbentuk kembali pertama kali melatih menenangkan pikirannya dengan meditasi, objek yang umum dipakai adalah anapanasati (masuk dan keluarnya nafas).
cara prakteknya adalah demikian, ( harap jangan dilakukan bila tak ada pembimbing karena penulis tidak memuat semua detil disebabkan ini bukan dimaksudkan sebagai buku bimbingan meditasi).
Pertama kali seorang meditator duduk, mereka mulai memperhatikan keluar dan masuknya nafas pada lubang hidung.
Terus-menerus dilakukan secara kontinyu, kemudian pikirannya menjadi tenang, setelah pikirannya menjadi tenang ia mulai mulai dapat berkonsentrasi dengan baik.
Dengan tekun ia terus bermeditasi hingga pikirannya semakin terkonsentrasi, setelah beberapa waktu terus berlatih maka pada meditator yang berlatih dengan tekun dan benar akan timbul gambaran batin yang bentuknya berbeda-beda bagi setiap orang tergantung sifat dan kecenderungan masing-masing. Pada sebagian besar orang gambaran bathin ini berbentuk kristal yang muncul di pikiran, kristal ini demikian bagus (disebut patibaga nimitta) akhirnya kristal ini menyerap kepada kita, setelah penyerapan terjadi ini disebut Jhana pertama. Lamanya pencapaian Jhana pertama ini mungkin cepat atau lambat tergantung bakat yang berasal dari kamma(karma) seseorang. Bisa seminggu, sebulan, setahun, sepuluh tahun atau lebih.
Pada saat pencapaian Jhana pertama juga timbul beberapa faktor pendukung yang menyertai, yaitu:
1. vitakka : pikiran yang berusaha memegang atau mengarahkan pada objek konsentrasi
2. Vicara : pikiran yang berusaha menekan atau melekatkan atau mengaitkan pada objek konsentrasi
3. Piti : Kegiuran / kesenangan
4. Sukha : kebahagiaan
5. Ekaggata : pemusatan pikiran yang kuat.
setelah ia menguasai konsentrasi pada tingkatan ini lalu ia berusaha meningkatkan lagi konsentrasinya hingga mencapai jhana ke dua, ketiga dan ke empat.
Setelah ia sampai pada Jhana ke empat maka konsentrasinya sudah sangat kuat, berbeda dengan Jhana-Jhana yang lebih rendah, pada Jhana ke empat faktor Jhana yang tertinggal hanya ekaggata ditambah keseimbangan bathin (upekkha).
Konsentrasi pada meditator yang telah mencapai tingkatan ini telah masak untuk dibentuk mengembangkan berbagai kemampuan adi kodrati diantaranya adalah mengingat kelahiran lampau (pubbenivasanusati nana),
sesuai dengan yang dikatakan dalam berbagai sutta pada Majjhima Nikaya yang merupakan bagian dari Sutta Pitaka/Tipitaka.
Kemudian meditator yang telah memiliki Jhana keempat berusaha mengingat apa yang telah ia lakukan kemarin, dua hari yang lalu, tiga, seminggu yang lalu.
setahun yang lalu, dua tahun, tiga tahun, empat tahun yang lalu , waktu ia masih kecil, waktu ia masih bayi, waktu ia masih berada di kandungan.
Lalu ia mengembangkan terus pengetahuannya dengan jalan mengingat waktu ia pertama kali masuk kedalam kandungan ibunya.
Lebih lanjut seorang meditator mengingat waktu ia meninggal sebelum masuk dalam kandungan ibunya.
Ia mengingat waktu sebelum meninggal itu ia lahir dalam keluarga siapa, bagaimana ia menikah, punya anak berapa dan sebagainya.
Selanjutnya ia terus menggali kehidupan-kehidupan lampaunya yang lalu melalui berbagai kelahiran, hingga akhirnya ia ingat waktu ia terlahir diawal bumi ini terbentuk, bagaimana keadaan pada waktu itu dsbnya.
Lebih mundur lagi ia ingat sebelum bumi ini terbentuk, dimanakah ia berada pada waktu itu.
Ia ingat bagaimana proses terjadinya bumi, planet dll.
Lebih mundur lagi ia ingat waktu mengalami masa kekosongan.
Lebih mundur lagi ia mengingat waktu bumi hancur , sebelum hancur, waktu awal bumi mulai terbentuk kembali, dan demikian seterusnya berkali-kali mengalami bumi hancur dan terbentuk kembali.
Kemampuan ini dapat dicapai oleh para meditator yang hidup dimasa lampau maupun dimasa yang akan datang. Bukan hanya Buddha yang dapat melihat ini tetapi juga para murid yang mempraktekkannya yang sangat banyak jumlahnya, entah ribuan, puluhan ribu, entah ratusan ribu bahkan lebih daripada itu, untuk lebih jelasnya baca Visuddhi Magga (Jalan Kesucian) .
Selanjutnya dikatakan dalam Visuddhi Magga, manusia pada umumnya yang belum mencapai tingkat kesucian Arahat dapat mengingat kehidupannya yang lampau sebanyak empat puluh siklus dunia (maha kappa).
Para Arahat biasa dapat mengingat sebanyak seratus hingga seribu maha kappa.
Para Arahat siswa utama dapat mengingat sebanyak seratus ribu maha kappa.
Sedangkan siswa yang tertinggi (Aggasavaka) dapat mengingat sebanyak satu asankheyya (jumlah siklus dunia/kappa yang tak terhitung) ditambah seratus ribu maha kappa.
Para Pacceka Buddha (Buddha yang mencapai kesucian dengan usaha sendiri tetapi tak dapat mengajar) dapat mengingat hingga dua asankheyya dan seratus ribu maha kappa.
Pada Seorang Sammasambuddha seperti Sang Buddha Gotama tak ada batasan, Beliau dapat mengingat apapun dan kapanpun seketika!
Jadi sebenarnya yang dilakukan oleh para meditator melihat proses terbentuk dan hancurnya alam semesta berdasarkan pengalaman lampau, bukan berdasarkan spekulasi, karena mereka melihat bahwa proses hancur dan terbentuknya bumi kurang lebih mirip dan selalu berulang demikian.
Telah dikatakan bahwa kemampuan mengingat kelahiran yang lampau dapat dilatih oleh semua orang, dengan cara yang sama maka kemampuan melihat apa yang akan terjadi juga dapat dilatih oleh semua orang, cara yang dipergunakan hampir sama yaitu kita mulai dengan berusaha melihat apa yang akan terjadi dengan bathin dan jasmani kita. Hari ini, besok, dua hari lagi, tiga hari lagi, seminggu lagi, sebulan, setahun, waktu meninggal, kemudian terlahir kembali, berkali-kali bumi hancur, terbentuk lagi dan seterusnya.
Uraian ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa pandangan mengenai terbentuk dan hancurnya bumi pasti sejalan dengan astronomi, tetapi tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepada pembaca inilah cara yang dipakai umat Buddha untuk melihat proses tersebut.
Sungguh tulisan yang membuat saya tertarik untuk membacanya meskipun saya sendiri bukan seorang pengikut Buddhism. kredit untuk sang penulis
Credit to : Fabian H. Chandra
Awalnya adalah dimulai dengan meditasi, jadi setiap orang memiliki potensi untuk dapat melihat sendiri bagaimanakah alam semesta ini hancur, terbentuk, dan hancur kembali seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Seorang meditator yang hendak melihat bagaimanakah alam semesta ini terbentuk, hancur dan terbentuk kembali pertama kali melatih menenangkan pikirannya dengan meditasi, objek yang umum dipakai adalah anapanasati (masuk dan keluarnya nafas).
cara prakteknya adalah demikian, ( harap jangan dilakukan bila tak ada pembimbing karena penulis tidak memuat semua detil disebabkan ini bukan dimaksudkan sebagai buku bimbingan meditasi).
Pertama kali seorang meditator duduk, mereka mulai memperhatikan keluar dan masuknya nafas pada lubang hidung.
Terus-menerus dilakukan secara kontinyu, kemudian pikirannya menjadi tenang, setelah pikirannya menjadi tenang ia mulai mulai dapat berkonsentrasi dengan baik.
Dengan tekun ia terus bermeditasi hingga pikirannya semakin terkonsentrasi, setelah beberapa waktu terus berlatih maka pada meditator yang berlatih dengan tekun dan benar akan timbul gambaran batin yang bentuknya berbeda-beda bagi setiap orang tergantung sifat dan kecenderungan masing-masing. Pada sebagian besar orang gambaran bathin ini berbentuk kristal yang muncul di pikiran, kristal ini demikian bagus (disebut patibaga nimitta) akhirnya kristal ini menyerap kepada kita, setelah penyerapan terjadi ini disebut Jhana pertama. Lamanya pencapaian Jhana pertama ini mungkin cepat atau lambat tergantung bakat yang berasal dari kamma(karma) seseorang. Bisa seminggu, sebulan, setahun, sepuluh tahun atau lebih.
Pada saat pencapaian Jhana pertama juga timbul beberapa faktor pendukung yang menyertai, yaitu:
1. vitakka : pikiran yang berusaha memegang atau mengarahkan pada objek konsentrasi
2. Vicara : pikiran yang berusaha menekan atau melekatkan atau mengaitkan pada objek konsentrasi
3. Piti : Kegiuran / kesenangan
4. Sukha : kebahagiaan
5. Ekaggata : pemusatan pikiran yang kuat.
setelah ia menguasai konsentrasi pada tingkatan ini lalu ia berusaha meningkatkan lagi konsentrasinya hingga mencapai jhana ke dua, ketiga dan ke empat.
Setelah ia sampai pada Jhana ke empat maka konsentrasinya sudah sangat kuat, berbeda dengan Jhana-Jhana yang lebih rendah, pada Jhana ke empat faktor Jhana yang tertinggal hanya ekaggata ditambah keseimbangan bathin (upekkha).
Konsentrasi pada meditator yang telah mencapai tingkatan ini telah masak untuk dibentuk mengembangkan berbagai kemampuan adi kodrati diantaranya adalah mengingat kelahiran lampau (pubbenivasanusati nana),
sesuai dengan yang dikatakan dalam berbagai sutta pada Majjhima Nikaya yang merupakan bagian dari Sutta Pitaka/Tipitaka.
Kemudian meditator yang telah memiliki Jhana keempat berusaha mengingat apa yang telah ia lakukan kemarin, dua hari yang lalu, tiga, seminggu yang lalu.
setahun yang lalu, dua tahun, tiga tahun, empat tahun yang lalu , waktu ia masih kecil, waktu ia masih bayi, waktu ia masih berada di kandungan.
Lalu ia mengembangkan terus pengetahuannya dengan jalan mengingat waktu ia pertama kali masuk kedalam kandungan ibunya.
Lebih lanjut seorang meditator mengingat waktu ia meninggal sebelum masuk dalam kandungan ibunya.
Ia mengingat waktu sebelum meninggal itu ia lahir dalam keluarga siapa, bagaimana ia menikah, punya anak berapa dan sebagainya.
Selanjutnya ia terus menggali kehidupan-kehidupan lampaunya yang lalu melalui berbagai kelahiran, hingga akhirnya ia ingat waktu ia terlahir diawal bumi ini terbentuk, bagaimana keadaan pada waktu itu dsbnya.
Lebih mundur lagi ia ingat sebelum bumi ini terbentuk, dimanakah ia berada pada waktu itu.
Ia ingat bagaimana proses terjadinya bumi, planet dll.
Lebih mundur lagi ia ingat waktu mengalami masa kekosongan.
Lebih mundur lagi ia mengingat waktu bumi hancur , sebelum hancur, waktu awal bumi mulai terbentuk kembali, dan demikian seterusnya berkali-kali mengalami bumi hancur dan terbentuk kembali.
Kemampuan ini dapat dicapai oleh para meditator yang hidup dimasa lampau maupun dimasa yang akan datang. Bukan hanya Buddha yang dapat melihat ini tetapi juga para murid yang mempraktekkannya yang sangat banyak jumlahnya, entah ribuan, puluhan ribu, entah ratusan ribu bahkan lebih daripada itu, untuk lebih jelasnya baca Visuddhi Magga (Jalan Kesucian) .
Selanjutnya dikatakan dalam Visuddhi Magga, manusia pada umumnya yang belum mencapai tingkat kesucian Arahat dapat mengingat kehidupannya yang lampau sebanyak empat puluh siklus dunia (maha kappa).
Para Arahat biasa dapat mengingat sebanyak seratus hingga seribu maha kappa.
Para Arahat siswa utama dapat mengingat sebanyak seratus ribu maha kappa.
Sedangkan siswa yang tertinggi (Aggasavaka) dapat mengingat sebanyak satu asankheyya (jumlah siklus dunia/kappa yang tak terhitung) ditambah seratus ribu maha kappa.
Para Pacceka Buddha (Buddha yang mencapai kesucian dengan usaha sendiri tetapi tak dapat mengajar) dapat mengingat hingga dua asankheyya dan seratus ribu maha kappa.
Pada Seorang Sammasambuddha seperti Sang Buddha Gotama tak ada batasan, Beliau dapat mengingat apapun dan kapanpun seketika!
Jadi sebenarnya yang dilakukan oleh para meditator melihat proses terbentuk dan hancurnya alam semesta berdasarkan pengalaman lampau, bukan berdasarkan spekulasi, karena mereka melihat bahwa proses hancur dan terbentuknya bumi kurang lebih mirip dan selalu berulang demikian.
Telah dikatakan bahwa kemampuan mengingat kelahiran yang lampau dapat dilatih oleh semua orang, dengan cara yang sama maka kemampuan melihat apa yang akan terjadi juga dapat dilatih oleh semua orang, cara yang dipergunakan hampir sama yaitu kita mulai dengan berusaha melihat apa yang akan terjadi dengan bathin dan jasmani kita. Hari ini, besok, dua hari lagi, tiga hari lagi, seminggu lagi, sebulan, setahun, waktu meninggal, kemudian terlahir kembali, berkali-kali bumi hancur, terbentuk lagi dan seterusnya.
Uraian ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa pandangan mengenai terbentuk dan hancurnya bumi pasti sejalan dengan astronomi, tetapi tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan kepada pembaca inilah cara yang dipakai umat Buddha untuk melihat proses tersebut.
Sungguh tulisan yang membuat saya tertarik untuk membacanya meskipun saya sendiri bukan seorang pengikut Buddhism. kredit untuk sang penulis
Credit to : Fabian H. Chandra
Komentar
Posting Komentar